LEGENDA RIAM MANGKIKIT
Assalamualaikum wr.wb. hallo teman-teman, hari ini saya mau menceritakan sedikit sebuah jeram yang terkenal di kalimantan tengah yaitu riam mangkikit yang terletak di sepanjang aliran sungai katingan hulu. Riam Mangkikit sendiri memiliki kisah legenda yang konon katanya riam ini dulunya ada sebuah kampung kecil. Dikampung tersebut ada sebuah rumah betang yang sangat besar dan 5 buah rumah, pada saat itu ada seorang pemuda terkenal yang sebagai pemimpin desa itu, pemuda itu bernama Mangkikit.
Pemuda itu terkenal karena gagah perkasa, jujur, dan bijaksana. Dan istrinya yang bernama nyai endas, nyai endas adalah perempuan yang paling cantik kala itu, bahkan kecantikannya terkenal di daerah-daerah pada saat itu. Banyak pemuda yang bermalam di rumah betang itu dengan maksud ingin melihat kecantikan nyai endas.
Hampir 10 tahun sudah Mangkikit dan Nyai endas tidak memiliki seorang putra walaupun begitu kehidupan rumah tangga mereka masih aman dan bahagia. Suatu hari mangkikit hendak pergi berburu, tidak lupa ia membawa penginangan(kapur sirih) untuk bekalnya saat berburu. Dan dia pun berpesan kepada Istrinya nyai endas, dungak (laki-laki separuh baya), dan tambi jongkong agar istrinya tetap dirumah baik-baik.
Setelah mangkikit peGrgi berburu, tiba-tiba ada seorang pria yang tampan, dengan kumis tipis kulit putih bersih kekuning kuningan. Pada saat itu pria tersebut bertanya dimana mangkikit? tambi jongkong pun menjawab, bahwa mangkikit telah pergi berburu sejak pagi tadi. Kemudian laki-laki tadi pun bertanya lagi dimana nyai endas,? ada jawab tambi jongkong dan memanggil nyai endas. Ternyata laki-laki tersebut ingin membawa nyai endas, karena terpesona dengan ketampanan pria tersebut, nyai endas pun ikut dengan pria tersebut.
yang anehnya saat pria tersebut membawa nyai endas, mereka berjalan diatas air tampak seperti berjalan ditanah, alhasil membuat tambi jongkong dan dungak pun terkejut dan tambi jongkong segera pergi kerumah betang dan membunyikan gong agar didengar warga kalau perlu bantuan. Penduduk desa pun sepakat untuk tidak menceritakan kejadian itu ke mangkikit. Tidak lama setelah itu mangkikit pun pulang karena ia memiliki firasat bahwa ada terjadi sesuatu di kampung itu. Di perjalanan dia melihat rumah betang yang dipenuhi oleh penduduk tersebut
Dengan napas terengah-engah, ia naik ke betang seraya bertanya, ?Ada apa, ini? Apa yang telah terjadi?? Tak seorang pun yang berani menjawab. Karena tidak ada yang menjawab, Mangkikit menjadi marah. Dungak pun tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya mengenai Nyai Endas sewaktu ditanya. Menyaksikan keadaan seperti itu, eorang laki-laki tua tampil seraya berkata dengan suara lembut, ?Anakku?, coba tenang sedikit. Sulit berbicara dengan keadaan seperti ini,? katanya. Mangkikit pun sedDAikit mereda ketegangannya ?Apa yang sebenarnya terjadi, paman?? tanyanya kepada orang tua itu. Orang tua itu pun menceritakan seluruh kejadian itu tanpa satu pun tertinggal. Mendengar penjelasan pamannya, Mangkikit menghela napas panjang. Penduduk kampung ikut merasa lega karena ternyata Mangkikit tidak jadi marah. Mangkikit hanya meminta para kepala keluarga untuk datang ke rumahnya nanti malam. Di sana ia akan memberitahukan rencana selanjutnya.
Pada Malam itu, kembali mereka berkumpul. Mangkikit menyarankan agar setiap keluarga menyiapkan tuak. Pada hari kesembilan setelah itu, mereka akan berkumpul lagi. Mangkikit tidak menjelaskan maksudnya. Ia hanya berpesan agar mereka menyiapkan keperluan pesta. Akhirnya, waktu yang ditetapkan itu tiba. Mangkikit memerintahkan agar pesta dimulai dari rumah yang paling ujung bagian hulu. Sepuluh hari kemudian, tibalah giliran terakhir di rumah betang Mangkikit. Sebelumnya Mangkikit berpesan agar hari terakhir itu semuanya hadir.
Sejak pagi mereka makan dan minum sepuas-puasnya. Setelah semuanya selesai, Mangkikit memerintahkan semua orang berkumpul di pinggir tepian mandi sungai. Setelah semuanya lengkap, Mangkikit memerintahkan semua kepala keluarga membakar rumahnya. Dalam sekejap, semua rumah di kampung itu telah terbakar. Setelah semua berkumpul, Mangkikit berkata, ?Sekarang turunlah ke sungai, berjalanlah dengan tenang menuju Batu Tangudau.? Setelah itu, Mangkikit menabur beras kuning ke pusaran air Batu Tangudau. Ia menunjuk salah seorang untuk terjun ke pusaran air itu lebih dahulu. Jika mereka masih hidup agar dalam dunia yang baru itu saling menunggu. Setelah semua penduduk terjun Mangkikit pun menyusul.
Mangkikit kemudian melihat sebuah kampung yang bersih dan rapi. Ia mengisyaratkan agar mereka menunggu dengan tenang. Dengan didampingi tiga orang laki-laki pilihannya, ia memasuki kampung itu. Tidak kelihatan seorang pun penghuni di sana. Tidak jauh dari situ, di halaman sebuah rumah besar dan bagus, tampak Nyai Endas. Atas perintah Mangkikit, mereka berpencar mengepung rumah itu. Setelah dekat benar, Mangkikit memberi isyarat kepada Nyai Endas. Istrinya mengatakan bahwa laki-laki yang menculiknya masih tidur di kamar. Mangkikit mengikutinya istrinya masuk. Secepat kilat, Mangkikit mencabut dohong yang terselip di pinggangnya, lalu dibunuhnya laki-laki itu.
Ketiga pengawalnya
disuruh menjemput keluarganya yang menunggu di luar kampung itu. Nyai
Endas pun bercerita bahwa kampung itu adalah tempat tinggal bangsa ikan
Tangudau. Siang hari, mereka semua pergi mencari makan. Itulah sebabnya
tak ada orang yang mereka temui pada siang hari. Sore hari mereka baru
pulang. Akhirnya, Mangkikit menjadi raja di sana dan hidup dengan damai,
aman dan tentram
@Tri Wulan Sari E-mail : Twulansari0903@gmail.com
Tidak ada komentar: